Minggu, 21 Desember 2014

makalah bina pribadi sosial (mau menang sendiri)

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Mau menang senidiri merupakan perilaku anak yang tidak mau dan tidak bisa menerima kekalahan. Anak merasa dirinya kalah karena dia tidak bisa mencapai apa yang dicapai oleh temannya. Sehingga anak merasa tidak senang dengan hal tersebut. Anak mulai menunjukkan sikap yang ingin selalu terdepan, dia tidak akan membiarkan orang lain merebut posisinya. Dari sikap anak yang seperti ini seharusnya orang tua mencari penyebab anak memiliki sikap mau menang sendiri agar dapat dihilangkan dari diri anak.
Dependen merupakan sikap dan perilaku yang selalu ingin dibantu dalam melakukan melakukan berbagai hal yang sebenarnya sudah dapat dilakukannya sendiri. Sikap anak seperti ini muncul karena anak merasa dirinya akan selalu dibantu oleh orang sekitarnya karena banyak yang menyayanginya. Padahal hal seperti ini sebaiknya dihilangkan dari pikiran anak, karena anak harus bisa melakukan apa yang telah ia bisa sendiri, jangan mengharapkan orang lain akan membantunya.
2.      Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan mau menang sendiri ?
2.      Bagaimana ciri-ciri anak yang memiliki sikap mau menang sendiri ?
3.      Apa saja penyebab anak memiliki sikap mau menang sendiri ?
4.      Bagaimana penanganan bagi anak yang memiliki sikap mau menang sendiri ?
5.      Apa yang dimaksud dependen ?
6.      Bagaimana ciri-ciri anak yang memiliki sikap dependen ?
7.      Apa saja penyebab anak memiliki sikap dependen ?
8.      Bagaimana penanganan bagai anak yang memiliki sikap dependen ?
3.      Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut dapat menjelaskan secara rinci bagaimana anak yang memiliki sikap mau menang sendiri dan dependen.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Mau Menang Sendiri
1.      Pengertian mau menang sendiri
Menurut Hildayani, Rini (2005:  7.3), mau menang sendiri yaitu prilaku anak yang tidak mau dan tidak bisa menerima kekalahan, maksudnya keadaan yang menyebabkan ia merasa tidak berhasil mencapai apa yang diinginkan, meliputi hal-hal yang bersifat materi maupun non-materi.
Prilaku mau menang sendiri dapat muncul dalam bentuk lain, seperti berbaris selalu ingin didepan, mengerjakan tugas harus selesai terlebih dahulu,berusaha merebut perhatian guru, tidak suka bila temannya mendapat nilai yang lebih tinggi atau temannya dipuji guru sementara dirinya tidak (tidak mendapatkan non materi yang diinginkan).
Prilaku mau menang sendiri erat kaitannya dengan sifat iri hati/cemburu pada teman/orang lain dan belum atau tidak berkembangnya kontrol diri pada anak. Anak yang mau menang sendiri berusaha mendominasi/menguasai anak lain, memaksa temannya untuk mengikuti apa yang diinginkannya.
Pada dasarnya perilaku mau menang sendiri pada anak prasekolah bila terjadi sekali-kali masih dianggap wajir, tapi jika terjadi berulang-ulang dan sering hampir tiap hari maka hal tersebut sudah menjadi masalah dan tidak lagi dapat diterima sebagai hal yang wajar
.      2. Ciri-ciri anak yang mau menang sendiri
            Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.4), ciri-ciri anak yang mau menang sendiri yaitu,
a.       Kurang mampu mengontrol diri/emosi
b.      Memiliki kecenderungan agresif
c.       Self esteem (harga diri) seolah-olah yang paling tinggi
d.      Empati kurang berkembang
e.       Tidak mengikuti aturan dan bertindak semaunya
f.       Perilakunya memancing kemarahan orang sekitarnya
g.      Kualitas hubungan sosialnya buruk
h.      Memiliki sikap penuntut (demanding)

3.      Penyabab anak mau menang sendiri
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.4), hambatan dalam perkembangan sosial-emosional anak yang maumenang sendiri yang tampil dalam bentuk sikap, prilaku,dan ciri-ciri seperti yang diatas disebabkan olehbeberapa hal, yaitu:

a.       Temperamen anak yang tergolong sulit
Tempramen adalah factor bawaan yang diturunkan oleh orang tua terhadap anaknya yang menyebabkan adanya perbedaan individual dalam merespon lingkungan. Perbedaan tersebut menyangkut delapan hal, yaitu tingkat aktivitas, irama biologis, kecenderungan untuk mendekatkan atau menghindar, kemampuan beradaptasi, ambang sensori, intensitas atau tingkat energy reaksi, suasana hati, rentang perhatian atau ketakutan. Pada anak yang tempramen sulit, kemampuan beradaptasinya kurang, intensitas reaksinya tinggi, dan suara hati yang negative, serta tingkat ketekunan yang rendah, menyebabkan perilaku mau menang sendiri mudah muncul.

b.      Perlakuan dan pola asuh anak yang kurang tepat
Beberapa perlakuan orang tua yang kurang tepat karena terlalu sedikit atau terlalu banyak memenuhi kebutuhan dasar psikologis anak dapat menjadi penyebab berkembang perilaku mau menang sendiri pada anak. Perilaku tersebut misalnya:
1)      Pemanjaan yang berlebihan dapat menjadi penyebab anak sulit menerima kekalahan. Orang tua yang cenderung mengikuti/memenuhi keinginan dengan segera, menyebabkan anak tidak pernah belajar menunda keinginannya, atau menerima kekecewaan.
2)      Kurang perhatian, kasih sayang dan kehangatan dari orang tua juga dapat menjadi penyebab perilaku mau menang sendiri. Kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi dengan cukup, membuat anak tidak merasa nyaman, tidak dicintai, tidak diterima dan tidak berharga bagi orang tuanya.
3)      Orang tua yang cenderung permisif, membiarkan anak berperilaku sesuai keinginannya tanpa ada upaya untuk membatasi perilakunya sehingga pada anak tidak ditanami moral, disiplin dan rasa tanggung jawab.
Menurut Hendra surya (2006:100), mengemukakan faktor yang menyebabkan anak memiliki sikap mau menang sendiri adalah :
a.       Anak terlalu dimanja
            Secara sadar atau tidak sadar sebagian orang tua memperlakukan anak secara istimewa. Sehingga orang tua selalu ingin membahagiakan anaknya dengan cara memenuhi segala keinginan anaknya. Rasa kasih sayang secara berlebihan secara perlahan-lahan membentuk karakter pada anak seperti : menuntut perhatian yang berlebihan, menuntut suatu secara berlebihan, setiap keinginan anak harus dipenuhi, tidak mudah puas dengan apa yang diperolehnya, tidak mau berkompromi, dan egois dan selalu menuntut dilayani.

b.      Manifestasi dari rasa iri hati anak
            Pribadi anak yang suka iri hati ini dapat terbentuk pada anak yang biasa diperlakukan berbeda satu sama lainnya. Rasa iri hati terus berkembang secara berlarut-larut dan membuat anak memiliki sifat mau menang sendiri.

c.       Pelampiasan dari perlakuan kasar
            Perlakuan kasar yang diberikan pada anak, berakibat hal yang tidak mengenakkan dan membuat anak selalu tertekan. Hal ini dapat membangkitkan reaksi emosional yang membuat anak menjadi kesal, jengkel, marah, dan tersinggung. Jika anak terus mendapatkan perlakuan kasar sehingga dapat mempengaruhi anak akan memiliki watak yang keras dan kasar. Jiwa anakpun cenderung menjadi pemberontak dan pendendam.

d.      Efek ketidakhar monisan hubungan dalam keluarga
            Anak yang sering menyaksikan perselisihan antara orang tua dapat memberi pengaruh negatif pada perkembangan psikis anak. Tindak kekerasan yang dipertontonkan orang tua terhadap anak, dapat membuat anak mahir melakukan tindak kekerasan , kurang menghargai, dan melecehkan orang lain. Hal ini bisa terjadi, sebab secara psikologis anak yang yang dalam tarafperkembangan kepribadiannya memiliki kecendurungan untuk melakukan peniruan dan mengidentifikasikan perilaku yang dekat dengan dirinya.

e.       Anak merasa kurang diperhatikan dan terabaikan
            Jika orang tua kurang memberi perhatian pada anak, suka mengabaikan perasaan dan kebutuhan yang diinginkan anak, kurang menyempatkan diri untuk mendengar dan memperhatikan suara hati nurani anak. Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh kesibukan orang tua atau memang mempunyai banyak anak sehingga kurang mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan sikap anak.
f.       Pengaruh tontonan aksi-aksi kekerasan dari media TV
            Dalam media TV saat ini banyak tontonan yang menampilkan aksi-aksi kekerasan pada waktu anak-anak menonton. Aksi kekerasan yang ditampilkan media TV ini akan berdampak buruk terhadap psikis anak. Pada umumnya anak mudah menyerap dan meniru begitu saja bentuk-bentuk perilaku yang ditampilkan. Maka jangan heran, anak kadang bersikap mau menang sendiri, egois, dan bahkan cenderung agresif.

4.      Penanganan anak yang mau menang sendiri
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.5-7.6), penanganannya adalah:
a.       Bila sebabnya karena kasih sayang yang berlebih atau justru kurang sehingga orang tua cenderung permisif terhadap anak atau anak mengalami deprivasi emosi maka perlu mendapat kasih sayang yang cukup.
b.      Cegah perilaku anak yang mau menang sendiri dengan memberi alasan yang logis dan dipahami anak mengapa hal tersebut tidak boleh dilakukannya. Pujian juga perlu jika anak berhasil mencegah perilaku mau menang sendiri.
c.       Tempramen anak yang sulit juga tidak menjadi kendala lagi dengan latihan disiplin dan penanaman moral, yang disertai dengan perhatian, pujian dan kasih sayang yang proposional dari orang tua/guru.
            Menurut Hendra Surya (2010: 106), menyatakan cara mengatasi sikap anak yang mau menang sendiri adalah :
a.      Berusaha untuk mengingatkan anak tanpa menyinggung perasaan anak.
b.      Perlakukan anak dengan sabar.
c.      Jangan terlalu memanjakan anak.
d.     Ciptakan suasana kebersamaan dalam keluarga.
e.      Dampingi anak ketika menonton TV dan bermain PS.
f.       Ajarkan anak cara bergaul dengan baik dan menyenangkan.

B.     Dependen (ketergantungan/tidak mandiri)
1.      Pengertian dependen
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.10), dependen atau tergantung adalah sikap dan prilaku anak yang selalu ingin dibantu dalam melakukan berbagai hal yang sebenarnya sudah dapat dilakukannya sendiri.
Proses pergembangan kemandirian pada anak diawali sejak usia yang sangat dini. Ketika anak mulai sadar dan menunjukkan perkembangan keterampilan motorik kasar dan sedikit motorik halus. Pada usia sekitar 2 tahun anak mulai sadar bahwa dirinya terpisah dari ibu/pengasuhya, sehingga berarti ia bisa melakukan sendiri apa yang ingin ia lakukan. Tidak perlu lagi harus mengadalkan bantuan ibu/pengasuhnya. Oleh karena itu, ia mulai sering mengatakan ‘tidak mau’ (seiring pula dengan perkembangan bicaranya), bila ibu/pengasuhnya akan melakukan sesuatu untuknya. Ia melakukannya sendiri, walaupun dalam kenyataannya ia belum terampil melakukannya.
Kesempatan, latihan, dan pujian/penghargaan yang diberikan padanya sangat diperlukan untuk meningkatkan keterampilan tersebut. Sikap dan perlakuan ibu/pengasuh terhadap anak yang selalu menjadikan harapan/keinginannya sebagai acuan yang merupakan awal yang buruk dalam membantu mengembangkan kemandirian anak.
Bila keadaan semacam itu terus berlangsung maka anak tidak mendapatkan kesempatan dan latihan yang cukup untuk mengembangkan keterampilannya, akhirnya nak pun cendrung menjadi anak yang tidak terampil sehingga cendrung ‘dependen’ . Ia selalu membutuhkan dan menunggu bantuan orang lain dalam semua hal, bukan karena ia tidak mampu tetapi lebih sering karena ia ‘merasa’ tidak mampu.



2.      Ciri-ciri anak yang dependen
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.11), anak yang tergolong dependen secara umum menunjukkan ciri-ciri berikut ini:
a.       Sering mengatakann tidak bisa, tidak mampu, sulit bila menghadapi suatu tugas.
b.      Tampak tidak bersemangat, malas, ragu-ragu dan cemas. Bila di minta melakukan tugas sering minta bantuan atau tidak segera meakukan tugas supaya dibantu.
c.       Reaksi dan prilakunya dalam banyak situasu seperti anak dibawah usianya, lebih kekanak-kanakkan, seperti mudah menangis dan menghindar bila merasa tugasnya sulit.
d.      Cendrung pendiam, pasif, tidak lincah terutama dalam situasi yang  dipersesikannya menuntut prestasi
e.       Dakam pergaulan dengan teman sebaya cendrung menjadi pengikut dari pada menjadi pemimpin
f.       Bila melakukan tugas perli petunjuk yang jelas dan memerlukan dukungan orang lain
g.      Bila bekerja butuh waktu lama, banyak menghapus, lebih banyak diam.

3.      Penyabab anak dependen
Sikap dependen/tergantung bukan merupakan sifat bawaan yang sudah ada sejak anak lahir, walaupun kecendrugan untuk menjadi dependen bisa jadi diperbesar peluangnya karena faktor yang diturunkan secara genetik, yaitu melalui temperaman. Difficult child atau slow to warm up child lebih rentan untuk menjadi anak dependen/tergantung bila perlakuan lingkungan tidak tepat.
Faktor yang paling banyak menentukan perkembangan anak menjadi dependen atau tergantung adalah sikap dan  perlakuan orang tua/pengasuh yang kurang memberikesempatan dan latihan pada anak untuk menegrjakan sesuatu sendiri. Menurut Hildayani, Rini (2005: 7:11), hal ini disebabkan:
a.       Menganggap anak tidak mampu (under-estimate), sehingga cendrung selalu membantu anak, melakukan apapun yang sebanarnya mampu dilakukan anak itu sendiri
b.      Menuntut anak terlelu tinggi, sehingga tidak sabar bila anakbekerja lambat dan tidak rapi, sering marah dan mengkritik hasil kerja anak
c.       Kasihan melihat anak sulit melakukannya sendiri dengan susah payah, selalu melindungi anak dari kesulitan (over-protective)
Akibat perlakuan ini perkembangan keterampilan motorik anak terhambat. Selain juga berakibat pada tidak tumbuh/berkembangnya rasa percaya diri, dan harga diri yang merupakan faktor pendukung yang amat besar dalam keberhasilan seseorang.
4.      Penanganan anak yang dependen
Inti masalah anak dependen adalah tidsk berkembangnya keterampilan untuk melakukan berbagai kegiatan (life skills) dan perasaan bahwa ia mampu. Konsep diri (self concept) dan harga diri (selfsteen) tidak berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan anak selalu merasa tidak mampu, dan menjadi rendah diri yang menghambat keberaniannya untuk melakukan sesuatu.
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.12), penanganan di arahkan untuk meningkatkan keterampilan dan harga dirinya dengan beberapa cara berikut ini.
a.       Berikan kesempatan dan latihan pada anak untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya dapat dilakukan, dengan selalu disertai dukungan dan penghargaan sekecil apa pun prestasi/hasil kerjanya. Kesempatan dan latihan ini akan meningkatkan keterampilan yang di perlukan untuk menguasai tugas yang ditemuidalam kehidupan. Dukungan dan penghargaan akan menumbuhkan perasaan bahwa ia mampu melakukannya, dengan demi kian harga dirinya akan meningkat.
b.      Tanamkan disiplin, rutinitas, dan batasan batasan yang realistis. Hal ini akan membantu anak untuk meramalkan apa yang akan dihapapi. Orang tua perlu mengatur jadwal kegiatan anak dari mulai bangun pagi hingga tidur malam. Tentukan batasan berapa lama dan kapan iya boleh main, nonton film/TV dan lain lain. Penerapan disiplin dan penentuan batasan-batasan tersebut perlu disesuaikan dengan usia dan kesiapan anak. Bila anak dapat memprediksi dan mengerti tuntutan realitas yang harus dihadapi ia akan lebih mudah menghadapi dan mempersiapkan dirinya. Hal ini harus diterapkan secara bertahap dan konsisten, walaupun tidak perlu amat kaku. Hal yang juga penting adalah ciptakan suasana/situasi yang menyenangkan ketika ia melakukan hal itu. Pola pengasuan yang demikian akan membuat anak  tahu apa yang akan dihadapi, mengembangkan kontrol diri, dan harga dirinya.
c.       Hindarkan/minimalkan situasi yang dapat menyebabka anak merasa tertekan, terancam,sehingga timbul kecemasan dan rasa takut, yang akan menghambat gerak dan langkahnya.
d.      Beri kesempatan anak untuk mengambil keputusan dan menentukan apa yang akan dilakukan atau dipilihnya, beri penghargaan bila ia mau dan dapat melakukannya. Ini penting untuk mengembangkan inisiatif dan kesadaran bahwa ia dapat dan memiliki hak untuk menentukan apa yang dinginkan nya.





BAB III
PENUTUP

1.      KESIMPULAN
mau menang sendiri yaitu prilaku anak yang tidak mau dan tidak bisa menerima kekalahan, maksudnya keadaan yang menyebabkan ia merasa tidak berhasil mencapai apa yang diinginkan, meliputi hal-hal yang bersifat materi maupun non-materi. Ciri-cirinya yaitu: Kurang mampu mengontrol diri/emosi, Memiliki kecenderungan agresif, Self esteem (harga diri) seolah-olah yang paling tinggi, Empati kurang berkembang, Tidak mengikuti aturan dan bertindak semaunya, Perilakunya memancing kemarahan orang sekitarnya, Kualitas hubungan sosialnya buruk, Memiliki sikap penuntut (demanding).
dependen atau tergantung adalah sikap dan prilaku anak yang selalu ingin dibantu dalam melakukan berbagai hal yang sebenarnya sudah dapat dilakukannya sendiri. Ciri-cirinya: Sering mengatakann tidak bisa, tidak mampu, sulit bila menghadapi suatu tugas, Tampak tidak bersemangat, malas, ragu-ragu dan cemas. Bila di minta melakukan tugas sering minta bantuan atau tidak segera meakukan tugas supaya dibantu, Reaksi dan prilakunya dalam banyak situasu seperti anak dibawah usianya, lebih kekanak-kanakkan, seperti mudah menangis dan menghindar bila merasa tugasnya sulit, Cendrung pendiam, pasif, tidak lincah terutama dalam situasi yang  dipersesikannya menuntut prestasi, Dakam pergaulan dengan teman sebaya cendrung menjadi pengikut dari pada menjadi pemimpin, Bila melakukan tugas perli petunjuk yang jelas dan memerlukan dukungan orang lain, Bila bekerja butuh waktu lama, banyak menghapus, lebih banyak diam.
Penanganannya yaitu tergantung pada pola pengasuhan oleh orang tua, sekolah, maupun lingkungan masyarakat yang adadi sekitar sana.
2.      Saran
Diharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun pendengar mengenai anak yang mau menang sendiri dan dependen, sehingga kita dapat mencegah atau memperbaiki agar hal tersebut tidak terjadi atau diminimalisir.




DAFTAR PUSTAKA
Hildayani, Rini. 2005. Penanganan Anak Berkelainan (Anak Dengan Kebutuhan Khusus).     Jakarta: Universitas Terbuka.
Surya, Hendra. 2006. Kiat Membina Anak Agar Senang Berkawan. Jakarta : Elex Media Komputindo






Tidak ada komentar:

Posting Komentar