BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Mau menang
senidiri merupakan perilaku anak yang tidak mau dan tidak bisa menerima
kekalahan. Anak merasa dirinya kalah karena dia tidak bisa mencapai apa yang
dicapai oleh temannya. Sehingga anak merasa tidak senang dengan hal tersebut.
Anak mulai menunjukkan sikap yang ingin selalu terdepan, dia tidak akan
membiarkan orang lain merebut posisinya. Dari sikap anak yang seperti ini
seharusnya orang tua mencari penyebab anak memiliki sikap mau menang sendiri
agar dapat dihilangkan dari diri anak.
Dependen
merupakan sikap dan perilaku yang selalu ingin dibantu dalam melakukan
melakukan berbagai hal yang sebenarnya sudah dapat dilakukannya sendiri. Sikap
anak seperti ini muncul karena anak merasa dirinya akan selalu dibantu oleh
orang sekitarnya karena banyak yang menyayanginya. Padahal hal seperti ini
sebaiknya dihilangkan dari pikiran anak, karena anak harus bisa melakukan apa
yang telah ia bisa sendiri, jangan mengharapkan orang lain akan membantunya.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan mau
menang sendiri ?
2.
Bagaimana ciri-ciri anak yang memiliki sikap mau menang sendiri ?
3.
Apa saja penyebab anak memiliki sikap mau menang sendiri ?
4.
Bagaimana penanganan bagi anak yang memiliki sikap mau menang
sendiri ?
5.
Apa yang dimaksud dependen ?
6.
Bagaimana ciri-ciri anak yang memiliki sikap dependen ?
7.
Apa saja penyebab anak memiliki sikap dependen ?
8.
Bagaimana penanganan bagai anak yang memiliki sikap dependen ?
3.
Tujuan
Dari rumusan
masalah tersebut dapat menjelaskan secara rinci bagaimana anak yang memiliki
sikap mau menang sendiri dan dependen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mau Menang Sendiri
1. Pengertian mau menang sendiri
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.3), mau menang sendiri yaitu prilaku anak
yang tidak mau dan tidak bisa menerima kekalahan, maksudnya keadaan yang
menyebabkan ia merasa tidak berhasil mencapai apa yang diinginkan, meliputi
hal-hal yang bersifat materi maupun non-materi.
Prilaku mau menang sendiri dapat muncul
dalam bentuk lain, seperti berbaris selalu ingin didepan, mengerjakan tugas
harus selesai terlebih dahulu,berusaha merebut perhatian guru, tidak suka bila
temannya mendapat nilai yang lebih tinggi atau temannya dipuji guru sementara
dirinya tidak (tidak mendapatkan non materi yang diinginkan).
Prilaku mau menang sendiri erat
kaitannya dengan sifat iri hati/cemburu pada teman/orang lain dan belum atau
tidak berkembangnya kontrol diri pada anak. Anak yang mau menang sendiri
berusaha mendominasi/menguasai anak lain, memaksa temannya untuk mengikuti apa
yang diinginkannya.
Pada dasarnya perilaku mau menang
sendiri pada anak prasekolah bila terjadi sekali-kali masih dianggap wajir,
tapi jika terjadi berulang-ulang dan sering hampir tiap hari maka hal tersebut
sudah menjadi masalah dan tidak lagi dapat diterima sebagai hal yang wajar
. 2. Ciri-ciri anak yang mau menang sendiri
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.4),
ciri-ciri anak yang mau menang sendiri yaitu,
a. Kurang mampu mengontrol diri/emosi
b. Memiliki kecenderungan agresif
c. Self esteem (harga diri) seolah-olah
yang paling tinggi
d. Empati kurang berkembang
e. Tidak mengikuti aturan dan bertindak
semaunya
f. Perilakunya memancing kemarahan orang
sekitarnya
g. Kualitas hubungan sosialnya buruk
h. Memiliki sikap penuntut (demanding)
3. Penyabab anak mau menang sendiri
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.4), hambatan
dalam perkembangan sosial-emosional anak yang maumenang sendiri yang tampil
dalam bentuk sikap, prilaku,dan ciri-ciri seperti yang diatas disebabkan
olehbeberapa hal, yaitu:
a. Temperamen anak yang tergolong sulit
Tempramen adalah factor bawaan yang
diturunkan oleh orang tua terhadap anaknya yang menyebabkan adanya perbedaan
individual dalam merespon lingkungan. Perbedaan tersebut menyangkut delapan
hal, yaitu tingkat aktivitas, irama biologis, kecenderungan untuk mendekatkan
atau menghindar, kemampuan beradaptasi, ambang sensori, intensitas atau tingkat
energy reaksi, suasana hati, rentang perhatian atau ketakutan. Pada anak yang
tempramen sulit, kemampuan beradaptasinya kurang, intensitas reaksinya tinggi,
dan suara hati yang negative, serta tingkat ketekunan yang rendah, menyebabkan
perilaku mau menang sendiri mudah muncul.
b. Perlakuan dan pola asuh anak yang kurang
tepat
Beberapa perlakuan orang tua yang
kurang tepat karena terlalu sedikit atau terlalu banyak memenuhi kebutuhan dasar
psikologis anak dapat menjadi penyebab berkembang perilaku mau menang sendiri
pada anak. Perilaku tersebut misalnya:
1) Pemanjaan yang berlebihan dapat menjadi
penyebab anak sulit menerima kekalahan. Orang tua yang cenderung
mengikuti/memenuhi keinginan dengan segera, menyebabkan anak tidak pernah
belajar menunda keinginannya, atau menerima kekecewaan.
2) Kurang perhatian, kasih sayang dan
kehangatan dari orang tua juga dapat menjadi penyebab perilaku mau menang
sendiri. Kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi dengan cukup, membuat anak
tidak merasa nyaman, tidak dicintai, tidak diterima dan tidak berharga bagi
orang tuanya.
3) Orang tua yang cenderung permisif,
membiarkan anak berperilaku sesuai keinginannya tanpa ada upaya untuk membatasi
perilakunya sehingga pada anak tidak ditanami moral, disiplin dan rasa tanggung
jawab.
Menurut Hendra surya (2006:100), mengemukakan
faktor yang menyebabkan anak memiliki sikap mau menang sendiri adalah :
a.
Anak
terlalu dimanja
Secara
sadar atau tidak sadar sebagian orang tua memperlakukan anak secara istimewa.
Sehingga orang tua selalu ingin membahagiakan anaknya dengan cara memenuhi
segala keinginan anaknya. Rasa kasih sayang secara berlebihan secara
perlahan-lahan membentuk karakter pada anak seperti : menuntut perhatian yang
berlebihan, menuntut suatu secara berlebihan, setiap keinginan anak harus
dipenuhi, tidak mudah puas dengan apa yang diperolehnya, tidak mau berkompromi,
dan egois dan selalu menuntut dilayani.
b.
Manifestasi
dari rasa iri hati anak
Pribadi
anak yang suka iri hati ini dapat terbentuk pada anak yang biasa diperlakukan
berbeda satu sama lainnya. Rasa iri hati terus berkembang secara berlarut-larut
dan membuat anak memiliki sifat mau menang sendiri.
c.
Pelampiasan
dari perlakuan kasar
Perlakuan
kasar yang diberikan pada anak, berakibat hal yang tidak mengenakkan dan
membuat anak selalu tertekan. Hal ini dapat membangkitkan reaksi emosional yang
membuat anak menjadi kesal, jengkel, marah, dan tersinggung. Jika anak terus
mendapatkan perlakuan kasar sehingga dapat mempengaruhi anak akan memiliki
watak yang keras dan kasar. Jiwa anakpun cenderung menjadi pemberontak dan
pendendam.
d.
Efek
ketidakhar monisan hubungan dalam keluarga
Anak
yang sering menyaksikan perselisihan antara orang tua dapat memberi pengaruh
negatif pada perkembangan psikis anak. Tindak kekerasan yang dipertontonkan
orang tua terhadap anak, dapat membuat anak mahir melakukan tindak kekerasan ,
kurang menghargai, dan melecehkan orang lain. Hal ini bisa terjadi, sebab
secara psikologis anak yang yang dalam tarafperkembangan kepribadiannya
memiliki kecendurungan untuk melakukan peniruan dan mengidentifikasikan
perilaku yang dekat dengan dirinya.
e.
Anak
merasa kurang diperhatikan dan terabaikan
Jika
orang tua kurang memberi perhatian pada anak, suka mengabaikan perasaan dan
kebutuhan yang diinginkan anak, kurang menyempatkan diri untuk mendengar dan
memperhatikan suara hati nurani anak. Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh
kesibukan orang tua atau memang mempunyai banyak anak sehingga kurang mempunyai
waktu yang cukup untuk memperhatikan sikap anak.
f.
Pengaruh
tontonan aksi-aksi kekerasan dari media TV
Dalam
media TV saat ini banyak tontonan yang menampilkan aksi-aksi kekerasan pada
waktu anak-anak menonton. Aksi kekerasan yang ditampilkan media TV ini akan
berdampak buruk terhadap psikis anak. Pada umumnya anak mudah menyerap dan
meniru begitu saja bentuk-bentuk perilaku yang ditampilkan. Maka jangan heran,
anak kadang bersikap mau menang sendiri, egois, dan bahkan cenderung agresif.
4. Penanganan anak yang mau menang sendiri
Menurut
Hildayani, Rini (2005: 7.5-7.6), penanganannya adalah:
a. Bila sebabnya karena kasih sayang yang
berlebih atau justru kurang sehingga orang tua cenderung permisif terhadap anak
atau anak mengalami deprivasi emosi maka perlu mendapat kasih sayang yang
cukup.
b. Cegah perilaku anak yang mau menang
sendiri dengan memberi alasan yang logis dan dipahami anak mengapa hal tersebut
tidak boleh dilakukannya. Pujian juga perlu jika anak berhasil mencegah
perilaku mau menang sendiri.
c. Tempramen anak yang sulit juga tidak
menjadi kendala lagi dengan latihan disiplin dan penanaman moral, yang disertai
dengan perhatian, pujian dan kasih sayang yang proposional dari orang tua/guru.
Menurut
Hendra Surya (2010: 106), menyatakan cara mengatasi sikap anak yang mau menang
sendiri adalah :
a.
Berusaha
untuk mengingatkan anak tanpa menyinggung perasaan anak.
b.
Perlakukan
anak dengan sabar.
c.
Jangan
terlalu memanjakan anak.
d.
Ciptakan
suasana kebersamaan dalam keluarga.
e.
Dampingi
anak ketika menonton TV dan bermain PS.
f.
Ajarkan
anak cara bergaul dengan baik dan menyenangkan.
B. Dependen (ketergantungan/tidak mandiri)
1. Pengertian dependen
Menurut
Hildayani, Rini (2005: 7.10), dependen atau tergantung adalah sikap dan prilaku
anak yang selalu ingin dibantu dalam melakukan berbagai hal yang sebenarnya
sudah dapat dilakukannya sendiri.
Proses
pergembangan kemandirian pada anak diawali sejak usia yang sangat dini. Ketika
anak mulai sadar dan menunjukkan perkembangan keterampilan motorik kasar dan
sedikit motorik halus. Pada usia sekitar 2 tahun anak mulai sadar bahwa dirinya
terpisah dari ibu/pengasuhya, sehingga berarti ia bisa melakukan sendiri apa
yang ingin ia lakukan. Tidak perlu lagi harus mengadalkan bantuan
ibu/pengasuhnya. Oleh karena itu, ia mulai sering mengatakan ‘tidak mau’
(seiring pula dengan perkembangan bicaranya), bila ibu/pengasuhnya akan
melakukan sesuatu untuknya. Ia melakukannya sendiri, walaupun dalam
kenyataannya ia belum terampil melakukannya.
Kesempatan,
latihan, dan pujian/penghargaan yang diberikan padanya sangat diperlukan untuk
meningkatkan keterampilan tersebut. Sikap dan perlakuan ibu/pengasuh terhadap
anak yang selalu menjadikan harapan/keinginannya sebagai acuan yang merupakan
awal yang buruk dalam membantu mengembangkan kemandirian anak.
Bila keadaan semacam
itu terus berlangsung maka anak tidak mendapatkan kesempatan dan latihan yang
cukup untuk mengembangkan keterampilannya, akhirnya nak pun cendrung menjadi
anak yang tidak terampil sehingga cendrung ‘dependen’ . Ia selalu membutuhkan
dan menunggu bantuan orang lain dalam semua hal, bukan karena ia tidak mampu
tetapi lebih sering karena ia ‘merasa’ tidak mampu.
2. Ciri-ciri anak yang dependen
Menurut
Hildayani, Rini (2005: 7.11), anak yang tergolong dependen secara umum
menunjukkan ciri-ciri berikut ini:
a. Sering mengatakann tidak bisa, tidak
mampu, sulit bila menghadapi suatu tugas.
b. Tampak tidak bersemangat, malas,
ragu-ragu dan cemas. Bila di minta melakukan tugas sering minta bantuan atau
tidak segera meakukan tugas supaya dibantu.
c. Reaksi dan prilakunya dalam banyak
situasu seperti anak dibawah usianya, lebih kekanak-kanakkan, seperti mudah
menangis dan menghindar bila merasa tugasnya sulit.
d. Cendrung pendiam, pasif, tidak lincah
terutama dalam situasi yang
dipersesikannya menuntut prestasi
e. Dakam pergaulan dengan teman sebaya
cendrung menjadi pengikut dari pada menjadi pemimpin
f. Bila melakukan tugas perli petunjuk yang
jelas dan memerlukan dukungan orang lain
g. Bila bekerja butuh waktu lama, banyak
menghapus, lebih banyak diam.
3. Penyabab anak dependen
Sikap
dependen/tergantung bukan merupakan sifat bawaan yang sudah ada sejak anak
lahir, walaupun kecendrugan untuk menjadi dependen bisa jadi diperbesar
peluangnya karena faktor yang diturunkan secara genetik, yaitu melalui
temperaman. Difficult child atau slow to warm up child lebih rentan untuk
menjadi anak dependen/tergantung bila perlakuan lingkungan tidak tepat.
Faktor
yang paling banyak menentukan perkembangan anak menjadi dependen atau
tergantung adalah sikap dan perlakuan
orang tua/pengasuh yang kurang memberikesempatan dan latihan pada anak untuk
menegrjakan sesuatu sendiri. Menurut Hildayani, Rini (2005: 7:11), hal ini
disebabkan:
a. Menganggap anak tidak mampu (under-estimate), sehingga cendrung
selalu membantu anak, melakukan apapun yang sebanarnya mampu dilakukan anak itu
sendiri
b. Menuntut anak terlelu tinggi, sehingga
tidak sabar bila anakbekerja lambat dan tidak rapi, sering marah dan mengkritik
hasil kerja anak
c. Kasihan melihat anak sulit melakukannya
sendiri dengan susah payah, selalu melindungi anak dari kesulitan (over-protective)
Akibat perlakuan ini perkembangan
keterampilan motorik anak terhambat. Selain juga berakibat pada tidak
tumbuh/berkembangnya rasa percaya diri, dan harga diri yang merupakan faktor
pendukung yang amat besar dalam keberhasilan seseorang.
4. Penanganan anak yang dependen
Inti masalah anak dependen adalah tidsk
berkembangnya keterampilan untuk melakukan berbagai kegiatan (life skills) dan
perasaan bahwa ia mampu. Konsep diri (self concept) dan harga diri (selfsteen)
tidak berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan anak selalu merasa tidak
mampu, dan menjadi rendah diri yang menghambat keberaniannya untuk melakukan
sesuatu.
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.12), penanganan
di arahkan untuk meningkatkan keterampilan dan harga dirinya dengan beberapa
cara berikut ini.
a. Berikan kesempatan dan latihan pada anak
untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya dapat dilakukan, dengan selalu disertai
dukungan dan penghargaan sekecil apa pun prestasi/hasil kerjanya. Kesempatan
dan latihan ini akan meningkatkan keterampilan yang di perlukan untuk menguasai
tugas yang ditemuidalam kehidupan. Dukungan dan penghargaan akan menumbuhkan
perasaan bahwa ia mampu melakukannya, dengan demi kian harga dirinya akan
meningkat.
b. Tanamkan disiplin, rutinitas, dan
batasan batasan yang realistis. Hal ini akan membantu anak untuk meramalkan apa
yang akan dihapapi. Orang tua perlu mengatur jadwal kegiatan anak dari mulai
bangun pagi hingga tidur malam. Tentukan batasan berapa lama dan kapan iya
boleh main, nonton film/TV dan lain lain. Penerapan disiplin dan penentuan
batasan-batasan tersebut perlu disesuaikan dengan usia dan kesiapan anak. Bila
anak dapat memprediksi dan mengerti tuntutan realitas yang harus dihadapi ia
akan lebih mudah menghadapi dan mempersiapkan dirinya. Hal ini harus diterapkan
secara bertahap dan konsisten, walaupun tidak perlu amat kaku. Hal yang juga
penting adalah ciptakan suasana/situasi yang menyenangkan ketika ia melakukan
hal itu. Pola pengasuan yang demikian akan membuat anak tahu apa yang akan dihadapi, mengembangkan
kontrol diri, dan harga dirinya.
c. Hindarkan/minimalkan situasi yang dapat
menyebabka anak merasa tertekan, terancam,sehingga timbul kecemasan dan rasa
takut, yang akan menghambat gerak dan langkahnya.
d. Beri kesempatan anak untuk mengambil
keputusan dan menentukan apa yang akan dilakukan atau dipilihnya, beri
penghargaan bila ia mau dan dapat melakukannya. Ini penting untuk mengembangkan
inisiatif dan kesadaran bahwa ia dapat dan memiliki hak untuk menentukan apa
yang dinginkan nya.
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
mau menang sendiri yaitu prilaku anak
yang tidak mau dan tidak bisa menerima kekalahan, maksudnya keadaan yang
menyebabkan ia merasa tidak berhasil mencapai apa yang diinginkan, meliputi
hal-hal yang bersifat materi maupun non-materi. Ciri-cirinya yaitu: Kurang
mampu mengontrol diri/emosi, Memiliki kecenderungan agresif, Self esteem (harga
diri) seolah-olah yang paling tinggi, Empati kurang berkembang, Tidak mengikuti
aturan dan bertindak semaunya, Perilakunya memancing kemarahan orang sekitarnya,
Kualitas hubungan sosialnya buruk, Memiliki sikap penuntut (demanding).
dependen atau tergantung adalah
sikap dan prilaku anak yang selalu ingin dibantu dalam melakukan berbagai hal
yang sebenarnya sudah dapat dilakukannya sendiri. Ciri-cirinya: Sering
mengatakann tidak bisa, tidak mampu, sulit bila menghadapi suatu tugas, Tampak
tidak bersemangat, malas, ragu-ragu dan cemas. Bila di minta melakukan tugas
sering minta bantuan atau tidak segera meakukan tugas supaya dibantu, Reaksi
dan prilakunya dalam banyak situasu seperti anak dibawah usianya, lebih
kekanak-kanakkan, seperti mudah menangis dan menghindar bila merasa tugasnya
sulit, Cendrung pendiam, pasif, tidak lincah terutama dalam situasi yang dipersesikannya menuntut prestasi, Dakam
pergaulan dengan teman sebaya cendrung menjadi pengikut dari pada menjadi
pemimpin, Bila melakukan tugas perli petunjuk yang jelas dan memerlukan
dukungan orang lain, Bila bekerja butuh waktu lama, banyak menghapus, lebih
banyak diam.
Penanganannya yaitu tergantung pada
pola pengasuhan oleh orang tua, sekolah, maupun lingkungan masyarakat yang
adadi sekitar sana.
2. Saran
Diharapkan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun pendengar mengenai anak
yang mau menang sendiri dan dependen, sehingga kita dapat mencegah atau
memperbaiki agar hal tersebut tidak terjadi atau diminimalisir.
DAFTAR
PUSTAKA
Hildayani, Rini.
2005. Penanganan Anak Berkelainan (Anak Dengan Kebutuhan Khusus). Jakarta: Universitas Terbuka.
Surya,
Hendra. 2006. Kiat Membina Anak Agar
Senang Berkawan. Jakarta : Elex Media Komputindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar